Minggu, 07 Juni 2015

PENDAPATAN NASIONAL (NASIONAL INCOME)

A. Konsep Perhitungan Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional (Nasional income) adalah pendapatan yang diterima oleh masyarakat/pemilikfaktor produksi suatu Negara selama kurun waktu tertentu (biasanya digunakan ukuran waktu 1 tahun)

  1. Komponen Pendapatan Nasional / Metode Perhitungan Pendapatan Nasional


a. Metode Produksi atau Pendekatan Produksi (Product Approach)

Perhitungan pendapatan nasional dengan metode produksi  adalah dengan menjumlahkan nilai tambah semua barang-barang dan jasa-jasa tersebut dijumlahkan.
Rumus :
PN = (P1Q1) + (P2Q2) + … + (PnQn)
Jadi komponen pendapatannasional dari sisi produksi yaitu, : macam produk, jumlah produk yang terjual dari berbagai macam produk dan harga jual produk sehingga untuk lebih singkatnya di rumuskan sebagai berikut :
PN = ∑PnQn
Dimana : PN = Pendapatan Nasional
                Pn = Harga jual suatu produk
                Qn = Hasil Produksi

b. Metode Pengeluaran atau Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Dari sisi pengeluaran, pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan penegeluaran atau expenditure dari masing-masing sector dalam perekonomian yaitu;

  • Pengeluaran konsumsi (C), meliputi semua pengeluaran rumah tangga keluarga dan perseorangan serta lembaga swasta bukan perusahaan untuk membeli barang dan jasa  dalam memenuhi kebutuhan.
  • Pengeluaran investasi (I) meliputi semua pengeluaran domestic (dalam negeri) yang dilakukan oleh swasta untuk mendirikan bangunan, mesin-mesin, perlengkapan dan jumlah persediaan perusahaan.
  • Pengeluaran pembelian pemerintah (G) meliputi pembayaran pension, bea siswa subsidi dalam berbagai bentuk, dan transfer pemerintah.
  • Expor Netto (X-M), meliputi keseluruhan jumlah barang dan jasa yang di ekspor dan diimpor. Jika ekspor lebih kecil dari impor maka ekspor netto bertanda negative(-)

Bila komponen-komponen tersebut dituliskan dalam bentuk persamaan, maka akan Nampak sebagai berikut;
PN = C + I + G + ( X – M )

c. Metode Pendapatan atau Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Dari sisi pendapatan pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh factor produksi, yang terdiri dari sewa upah dan gaji, bunga dan laba. Jadi komponen pendapatan nasional dari sisi pendapatan adalah :

  • Sewa (rent income) atau disingkat r
  • Upah dan gaji (wage and salary income) atau di singkat w
  • Bunga(interest income) atau disingkat i
  • Laba usaha (profit income) atau disingkat p
Sehingga dalam bentuk persamaan dapat dirumuskan
PN = r + w + I + p


B. Masalah dan Keterbatasan Perhitungan PDB


a. Perhitungan PDB dan Analisa Kemakmuran



Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk (disebut PDB per kapita). Menurut PBB, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB per kapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia adalah negara miskin. Suatu negara dikatakan makmur/kaya bila PDB perkapita lebih besar daripada US$ 800.

Kelemahan dari pendekatan di atas adalah tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per kapita kurang memberikan gambaran rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara. Misalnya, walaupun Amerika Serikat yang PDB perkapitanya US$ 29.080 (tahun 1997), namun negara itu masih terus bergelut dengan masalah kemiskinan dan pengangguran, terutama di kalangan warga kulit hitam ataupun pendatang (kulit berwarna). Bahkan secara absolut tampaknya jumlah penduduk miskin di Amerika serikat akan bertambah.

Faktor utama pemicu gejala di atas adalah masalah distribusi pendapatan. Walaupun distribusi pendapatan di USA relatif baik, tetapi belum sempurna untuk membuat seluruh penduduknya menjadi makmur. Bahkan untuk faktor produksi non tenaga kerja, terutama uang dan modal, distribusi penguasaannya sangat buruk. Pada tahun 1996, sekitar 46% aset finansial  dikuasai hanya oleh sekitar 1% penduduk.

b. Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial

Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan logika sederhana. Jika PDB per kapita mkin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik. Sehingga gizi, kesehatan, pendidikan, kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan, kondisinya makin meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB per kapita disertai perbaikan distribusi pendapatan.

Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/ materi yang dapat diukur dengan nilai uang. Sedangkan output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual tidak dihitung. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin. Jadi kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa kesejahteraan sosial di negara-negara kaya(Amerika Serikat dan Jepang) adalah jauh lebih baik dibanding di negara-negara miskin (misal Bhutan dan Nepal). Karena, tingkat kejahatan dan tingkat bunuh diri di negara-negara kaya tersebut lebih tinggi di banding negara-negara miskin.

c. PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas

Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antar negara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

  • Jumlah dan komposisi penduduk:
    Bila jumlah penduduk makin besar, komposisi-nya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLA), maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.
  • Jumlah dan struktur kesempatan kerja :
    Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas. Sekalipun kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah kesempatan kerja sektor pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor pertanian umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika kesempatan kerja yang dominan berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern (industri dan jasa), maka output per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai tambah kedua sektor tersebut amat tinggi.
  • Faktor-faktor nonekonomi :
    Yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan. Jepang pantas menjadi negara yang produktif sebab selain jumlah penduduk yang banyak, berpendidikan tinggi dan umumnya bekerja di sektor modern, mereka juga memiliki etika kerja yang baik, menjujung tinggi kejujuran dan penghargaan tergadap senior. Dan Jepang juga merupakan negara yang selama kurang lebih 3.000 tahun terus menerus membangun dirinya menjadi bangsa modern, walaupun pembangunan ekonomi modernnya baru dimulai dua abad yang lalu.

d. Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economi)

Angka statistik PDB Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia tidak tercatat. Begitu juga dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar. Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan oleh karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum. Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat bius dan obat-obat terlarang lainnya.


Daftar Pusaka

http://faiza-ulfa.blogspot.com/2012/03/metode-penghitungan-pendapatan-nasional.html
Al-Qardlawi, Yusuf, Fiqih Peradaban, Surarabaya, Dunia Ilmu: 1997.
Soparto, Ekonomi, Jakarta, Permata: 2006
______, 2002. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sukwiaty, Slamet Sukamto, Kardiman, Agus Suranto. 2007. Ekonomi SMA/MA. Jakarta: Yudistira.
Ali. Yadie, Fiqih Sosial, Bandung, Penerbit Mizan: 1994.
Mankiw, N. Gregory. 2002. Pengantar Ekonomi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Baca SelengkapnyaPENDAPATAN NASIONAL (NASIONAL INCOME)